Senin, 08 Juni 2015

Kemelut Partai Golkar (tinjauan dari sisi hukum)



MAJELIS Pengadilan Partai Golkar – akhirnya mengabulkan sebagian permohonan gugatan kubu Agung Laksono – dan sebagian lainnya dari kubu Aburizal Bakrie (ARB) – dalam sidang gugatan perselisihan kepemimpinan Partai Golkar priode 2014 -2019. Majelis Hakim yang terdiri dari 4 orang – masing-masing 2 dari kubu Agung Laksono dan 2 lainnya dari kubu ARB, memiliki pendapat yang tak seragam. Alhasil ketika vonis dibacakan, hasilnya seri, sama kuat (draw).
Artinya, sidang Mahkamah Partai yang diketuai Prof. Muladi SH itu, tidak menghasilkan keputusan yang signifikan. Kecuali itu meminta kubu yang berseteru, agar melakukan jalan musyawarah untuk mufakat. Jika juga gagal, maka keduanya dianjurkan untuk menyelesaikannya di peradilan umum, atau pengadilan tingkat Kasasi di MA. Ini sesuai dengan anjuran UU Partai Politik, No. 2 Tahun 2011 jo UU No.2 tahun 2008.
Ketua Majelis Hakim partai Golkar, Muladi SH, lebih lanjut meminta, agar kubu yang nantinya menang dalam di pengadilan tingkat kasasi di MA, tidak mengambil semuanya ( the winners take all). Akan tetapi membangun kebersamaan dengan unsur pengurus yang lain, termasuk merehabilitasi kader Golkar yang dipecat. Sedang terhadap kubu yang kalah, Majelis minta, agar tidak membentuk partai baru. Akan tetapi secara bersama-sama bertanggungjawab untuk menggelar musyawarah daerah (musda), dan selanjutnya menggelar Munas, paling lama Oktober 2016 mendatang. Musda dan Munas ini, diharapkan dapat mengakhiri semua kemelut di tubuh partai kuning itu.
Atas pristiwa ini, kubu ARB – yang didukung oleh hampir semua DPD se negeri ini—mendaftarkan amar putusan Mahkamah Partai itu, ke Kemenkumham. Tak cuma itu, melalui pengacara Yusril Idza Mahendra, kubu ARB memperkarakan perselisihan ini sampai ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Langkah ini diambil, karena hanya putusan majelis hakim kasasi di MA sajalah yang tertinggi, final dan mengikat.
Tak kalah cerdik, Agung Laksnono cs sesumbar, lalu juga membawa memori putusan Mahkamah Partai ini, ke Kemenkumham. Ini selain dimaksudkan untuk mendaftarkan diri menjadi peserta pemilu, juga dimaksudkan, agar Kemenkumham melegitimate kepengurusan versi Agung Laksono.
Kalau saja ARB cs tidak gertak sambal – memboyong perkara perselisihan itu sampai ke tingkat kasasi di MA – menolak musyawarah lagi — maka sudah dapat dipastikan, betapa prahara partai tua itu, semakin panjang, terjal, dan berliku. Karena untuk persiapan gugatan ke tingkat kasasi, ada begitu banyak agenda yang mesti dipersiapkan Yusril. Ini belum lagi masa jeda dan konsolidasi tingkat internal partai. Diperkirakan masa idah ini, setidaknya menghabiskan waktu, 3 hingga 4 bulan ke depan.
Padahal pada Juli ini, adalah batas terakhir pendaftaran partai politik pserta pemilu di Kemenkumham. Lalu kalau saja, para pihak yang berselisih itu, mengedepankan ambisi politik mereka masing-masing, maka sudah dapat dipastikan, Golkar tidak bisa ikut dalam Pemilukada tahun ini, bahkan salah-salah 5 tahun mendatang.
Masalah pelik lainnya adalah, apa mungkin kubu yang menang nantinya, bisa menggelar Musda dan selanjutnya Munas, sedang konflik kian menganga? Lalu apa mungkin kubu yang menang nantinya, tidak balas dendam terhadap kader-kader mereka yang dianggap membangkang? Pertanyaan ketiga, apa mungkin kubu yang kalah nantinya, masih mau duduk satu meja, dan mengabaikan semua perseteruan ini. Pertanyaan berikutnya, apa mungkin kemelut yang terjadi di Golkar ini, tidak berimbas ada hubungan di tingkat pemerintahan? Oleh karena itu, kalau saja semua agenda strategis ini tidak tertangani secara baik, maka dikhawatirkan akan terjadi penggebosan partai tingkat elite.
RMOL. Tampaknya para elite Partai Golkar sudah makin kehabisan akal untuk keluar dari kemelut yang mereka bikin sendiri. Walaupun sudah mengerahkan upaya menggunakan Wapres JK untuk membuat solusi islah, hasilnya juga hanya setengah hati dan tidak mampu memecahkan inti persoalan, siapa yang akan diakui sebagai ketum dan sekjen DPP Golkar.

"Solusi mentah ala JK itu ujung-ujungnya malah membuat KPU terkesan di 'fait accompli'. Sebab pihak-pihak yang bersengketa itu pura-pura damai dengan bukti tim seleksi calon pilkada, lalu KPU diminta mengabsahkan. KPU sampai saat ini bergeming. Ia hanya mau mengakui Golkar sebagai peserta pilkada jika DPP-nya sah secara hukum yaitu diakui oleh Menkumham," kata pakar politik senior Muhammad AS Hikam lewat akun facebooknya, Kamis (4/6).

Itulah sebabnya, lanjut AS Hikam, kubu Aburizal Bakrie kini membuat jebakan batman bagi Presiden Jokowi dengan cara melibatkan beliau ke dalam kancah konflik.  Ketua Umum Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Ade Komarudin ditugasi menjadi interlokutor kubu ARB untuk mendekati Jokowi.

Menurut AS Hikam, jika RI-1 itu masuk dalam jebakan batman tersebut, niscaya akan runyam. Bukan saja beliau akan menjadi sasaran kritik dari publik, tetapi juga akan membuka persoalan baru vis-a-vis partai pendukungnya (PDIP) dan KIH. Padahal saat ini sudah mulai terjadi rapproachment dan peredaan ketegangan antara Jokowi dan kekuatan politik pendukungnya setelah sempat bergejolak dan membuang energi.

Masih kata lulusan University of Hawaii at Manoa AS ini, posisi Presiden Jokowi beda dengan JK dalam soal konflik Golkar. JK adalah orang dalam partai tersebut dan mantan ketum DPP-nya. Presiden Jokowi tidak ada kaitan apapun dengan Golkar dan bahkan secara politik berlawanan. JK jelas lebih dekat dengan kubu Agung Laksono ketimbang dengan kubu ARB. Itu sebabnya Ade Komarudin lalu digunakan untuk menarik Jokowi ke dalam orbit ARB.

"Dengan cara ini Presiden Jokowi bisa digunakan menetralisir pengaruh JK dan sekaligus menekan Menkumham yang tetap bersikukuh mengajukan banding terhadap putusan PTUN," ujar AS Hikam.

Pertanyaannya, akankah Jokowi masuk dalam jebakan itu? Untuk sementara, kata AS Hikam, Jokowi cukup diplomatis dengan mengatakan pada Ade Komarudin bahwa beliau akan menginformasikan laporan Ade Komarudin kepada JK. Dengan demikian Jokowi tidak membuat komitmen apapun terhadap kubu ARB, tetapi juga tidak menolak secara vulgar.

"Jika Presiden konsisten dengan posisi ini, maka ARB dkk akan gigit jari. Tapi jika nanti Presiden ikut cawe-cawe soal konflik Golkar, saya kira akan merugikan standing beliau yang kini sudah mulai membaik dan menguat. Kita ikuti saja perkembangan selanjutnya," demikian AS Hikam. [rus]

Simalakama untuk Kemenkumham
Dari situasi ini -Kemenkumham adalah pihak yang mungkin menjadi serbasalah – seperti hendak memakan buah simalakama. Melegitimate kepengurusan ARB versi Munas Riau 2009 – 2014, takut dipraperadilankann oleh kubu Agung Laksono . Lalu jika mensyahkan Golkar kepengurusan Agung Laksono, takut pula digugat kubu ARB, seperti yang terjadi dalam kasus PPP versi Romahurmuzly.
Belajar dari kasus PPP versi Romahurmuzly – Yasonna H Laoly, tentu tidak mau terburu-buru untuk melegitimate salah satu kubu. Kemenkumham tentu tidak akan mau dua kali jatuh di lubang yang sama. Mereka tentu akan menunggu sampai ada putusan final dan mengikat dari lembaga peradilan yang lebih tinggi, seperti MA. Begitupun, vonis Mahkamah Partai, menjadi satu-satunya instrument penting, bagi referensi kemelut kepemimpinan di tubuh Golkar.
Lalu apakah kefakuman ini, harus terus menerus dibiarkan begitu saja oleh Kemenkumham, tanpa ada penjelasan? Karena bukan tidak mungkin, kondisi ini akan menyulut keresahan dan gejolak horizontal di tingkat daerah. Para pimpinan ditingkat daerah, mulai dihinggapi perasaan was-was, atas posisi mereka. Terlebih bagi bakal calon kepala daerah, yang sudah mendapat restu dari ARB.
Kemelut kepemimpinan di tubuh partai kuning ini, harus mendapat pengawalan yang ekstra ketat dari para dewan penasehat partai itu. Sebab jika para elitenya, hanya tertumpu pada ambisi politik kelompok, dikhawatirkan kemelut di tubuh Golkar, akan ditunggangi sebuah kekuatan yang besar, untuk tujuan mengerdilkan partai itu. Tak percaya? Lihatlah pada kasus PKB. Hanya saja dalam kasus Golkar kali ini, semua opsi menjadi sangat kritis. Lalu side effect nya, beda dengan kasus yang terjadi di PKB.
Pilihan Strategis bagi Golkar ke Depan
Disadari atau tidak, sesungguhnya vonis Majelis Hakim Partai Golkar – beranggotakan 4 orang hakim – tidak ganjil — menerima sebagian permohonan kedua kubu yang berselisih itu, adalah keputusan yang cerdik dan cerdas. Vonis itu seperti membuang begitu saja bola panas ke Kemenkumham, selaku lembaga hukum positif. Mahkamah partai, berupaya menggunakan palu pemerintah, untuk memutuskan pemenangnya. Keputusan seri atau sama kuat ini, sesungguhnya tidak memberi surprise apa-apa bagi pemerintahan Jokowi.
Begitu juga terhadap wakilnya, Jusuf Kalla. Kecuali itu, vonis ini menambah lamanya waktu penyelesaian konflik. Begitu juga terhadap peluang voice dan besar kecilnya dampak keuntungan dari suatu kemelut partai sekelas Golkar. Belum adanya keputusan final yang mengikat, menyebabkan energy para elite dan kadernya kian terkuras. Ini tak cuma hanya di pusat, melainkan juga di daerah.
Mari kita bahas dalam ruang yang sempit ini, tentang untung dan ruginya partai Golkar, jika pengadilan tingkat kasasi MA, memenangkan salah satu pihak yang bertikai. Namun sebelum kita masuk pada bahasan itu, ada lebih baiknya, kita lihat tentang partai tua ini.
Golkar adalah partai besar, dengan segudang pengalaman di pemerintahan. Memiliki ketajaman visi dan sumber daya yang handal di perpolitikan tanah air. Banyak kalangan menilai, perpolitikan di Indonesia, tidak ada arti sama sekali, tanpa adanya partai Golkar. Kader-kader partai tua ini, adalah pembaharu, meski berada di lingkungan penguasa yang silih berganti. Itu sebabnya, kemelut yang terjadi di tubuh partai ini, menjadi hal yang menarik untuk disusupi. Apalagi Golkar di parlemen dan KMP, memiliki populasi yang relatif besar.
Memenangkan kubu ARB – akan memperkuat KMP di parlemen, meski Ketum Golkar tidak berada pada posisi puncak di KMP. Koalisi Merah Putih, menjadi alat kontrol yang efektif dan akurat, dan sewaktu-waktu bisa menjadi teman yang akrab, meski ini sulit. Tujuan lain KMP untuk menguasi kepala daerah tidak lagi efektif, setelah Perpu Pemilu direvisi atas tekanan rakyat. KMP dapat saja sewaktu-waktu jadi blunder politik, begitu kebijakkan pemerintah dihalang-halangi di parlemen. Namun KMP menjadi daya tawar yang menarik untuk Joko Widodo, untuk menjadi presidensial yang indenpenden, lepas dari kungkungan politik yang membesarkan dirinya.
Lalu dengan memberi kemenangan kepada kubu Agung Laksono, berarti membuka peluang bagi Golkar, untuk membangun citranya dirinya di mata rakyat. Cara ini dilakukan dengan melalui kadernya yang saat ini menjadi orang nomor dua di negeri ini. Posisi Jusuf Kalla sebagai Wapres, sangat strategis untuk membangun citra partai kuning ini kembali. Apalagi JK memiliki pengalaman sebagai orang nomor dua, saat menjadi Ketum Golkar. Ini tentu akan menimbulkan ancaman sebuah manuver politik yang menarik perhatian.
Posisi Golkar akan menjadi lebih baik, jika dia berada di lingkungan pemerintahan, dibandingkan harus berada di luar. Selain karena pengalaman, rakyat juga akan menjadi lebih mudah melihat Golkar dengan berbagai attitudenya, dibandingkan di parlemen. Walau di bawah panji-panji KMP, Golkar cs menguasai parlemen. Namun perjuangan Golkar lebih nyata terlihat oleh rakyat, dibandingkan harus berada di luar. Apalagi banyaknya kader partai kuning ini yang menjadi kepala daerah. Ini akan memberikan harapan perlindungan bagi kadernya di muka hukum.
Pilihan ketiga adalah – memerintahkan pimpinan hasil Munas Golkar priode 2009 – 2014 di Riau – bersama-sama dengan kubu Agung Laksono, untuk kembali menggelar Munas Golkar – lalu pemerintah (Kemenkumham) hadir sebagai wasitnya. Selama masa prosesi Munas, personel Kemenkumham tidak boleh tidur, walau sedetikpun.
Apa yang akan terjadi di kemudian hari JIka Terus Konflik?
Konflik politik yang tidak kunjung selesai ini sejatinya telah menggerus banyak tenaga, baik di internal partai Golkar maupun masyarakat. Rasanya susah sekali untuk move on dan segera fokus untuk membangun bangsa. Bukan tidak mungkin akan terjadi perpecahan dalam tubuh Golkar jika terjadi secara berlarut-larut dan bisa saja Golkar akan tertinggal momentum penting Pilkada langsung. Keberadaan Golkar di daerah yang masih kuat dan perpecahan yang terjadi di tingkat kepengurusan DPP akan mengobrak-abrik soliditas partai di level daerah. Sudah barang tentu jika hal ini terjadi maka Golkar akan tidak dapat apa-apa dalam level pertarungan di Daerah.
Pada level Nasional pun saya kira akan terjadi hal yang sama, perpecahan kepengurusan ini akan berdampak pada soliditas fraksi golkar di senayan, dengan demikian Golkar akan kembali gigit jari karena tidak akan mendapatkan apa-apa dari pertarungan ini. Justru yang akan di untungkan adalah partai-partai seperti hal nya Demokrat, Nasdem, Gerindra, dan lain-lainnya. Selain itu, dari upaya memperoleh kemenangan dari pertarungan ini akan membuat konsentrasi dan fokus partai Golkar dalam capaian target partai dalam berbagai pemilu baik Pilkada maupun nasional akan terjadi penurunan secara drastis, hal ini dikarenakan energi mereka telah habis terkuras dalam pertarungan internal, juga akan kesulitan untuk mengkonsolidasi perpecahan di daerah. Dengan demikian dapat diyakini bahwa perolehan suara partai golkar akan anjlok sebagaimana nasib yang dialami partai Demokrat pada pemilu yang lalu, dan akan ditinggalkan oleh konstituennya pada saat mendatang.
Sebagai partai yang besar dan telah kenyang bermain dalam pangung politik, seharusnya mereka sesegera mungkin bisa keluar dari kemelut ini. Berlarut-larutnya konflik ini tidak akan membawa keuntungan bagi partai, namun hanya memuaskan hasrat politik sebagian orang saja dalam upayanya membangun dan mempertahankan kekuasaan. Capain partai golkar yang pasca reformasi hingga kini tetap dinobatkan sebagai partai terbesar diantara PDIP dan lainnya, seharusnya disadari sebagai sebuah kepercayaan masyarakat yang harus tetap dijaga dengan baik. Bukan justru berkonflik untuk berebut kekuasaan didalam, yang justru akan membawa dampak kerugian bagi partai sendiri.

Sumber :
http://www.kompasiana.com/aguslilik/babak-baru-kemelut-partai-golkar_552a10a2f17e612753d623d4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar